Komisi VIII DPR menyampaikan keprihatinan yang mendalam dan mengutuk keras aksi bom dan teror yang demikian marak di berbagai daerah di Indonesia. Langkah kekerasan dengan didasari pemahaman agama yang menyimpang sungguh harus dikecam dengan keras.
“Karena tidak ada ajaran agama mana pun yang mengajarkan kepada kita semua untuk menghancurkan rumah ibadah, apalagi di dalam Islam. Jangankan melakukan kekerasan dengan bom bunuh diri, bahkan menghancurkan rumah ibadah agama lain pun ditentang (dalam Islam). Kewajiban kita sebagai umat Islam itu adalah menjaga rumah ibadah orang dan menghormati keyakinan orang,” jelas Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Golkar Tb Ace Hasan Syadzily saat berbicang dengan KORAN SINDO di Jakarta, Rabu (16/5/2018) sore.
Menurut dia, terjadinya bom bunuh diri dan berbagai teror juga diakibatkan adanya kesalahan dalam pola keberagamaan terduga pelaku. Artinya, tidak bisa agama dijadikan sebagai justifikasi dalam melakukan kekerasan dalam bentuk apa pun. “Agama mengajarkan kita kasih sayang, ramah, (hingga) kedamaian.”
Dalam konteks penanganan teror yang terus terjadi, tutur Ace, memang instrumen UU Terorisme sangat dibutuhkan. DPR secara kelembagaan sangat mendukung pembahasan dan pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme). Bahkan, untuk RUU tersebut sudah ada Panitia Khusus (Pansus) yang terdiri dari lintas fraksi dan lintas komisi yang menangani.
“Sebetulnya mandeknya pembahasan itu bukan ada di DPR, tapi ada di pemerintah sendiri. Pemerintah belum ada persepsi yang sama terutama tentang defenisi dari terorisme. Kami di DPR sudah sepakat bahwa kalau pemerintah sudah satu persepsi dan satu suara, besok juga pada saat masa sidang sudah bisa disahkan dalam rapat paripurna. DPR punya komitmen yang kuat untuk membahas dan mengesahkan revisi UU itu,” ujarnya.
Sumber : Sindonews.com