Komisi VIII DPR RI telah minta pemerintah menganggarkan biaya sekolah anak-anak yang orang tuanya meninggal akibat Covid-19 sampai usia 18 tahun.
“Jadi kalau nanti ada anak yatim atau yatim piatu yang ditinggalkan ayah atau ibunya yang meninggal karena Covid, laporkan saja ke Dinas Sosial setempat,” ungkap Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI DR. Tb. H. Ace Hasan Syadzily pada acara ‘Ngawangkong Sareng Pak Dewan’ di Grand Hotel Hani, Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Senin (15/11/2021).
Hadir dalam acara tersebut Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia, Wendy Wijayanto, S.H., M.H., Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bandung Barat (KBB) Drs. H. Ayi Sudrajat dan abid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dinas PPPA Kabupaten Bandung Barat (KBB) Hj. Euis Siti Jamilah, S.Pd.
Lebih lanjut Ace Hasan mengungkapkan, dari hasil rapat dengan Kementrian Sosial telah disepakati anggaran untuk siswa SD kebawah Rp Rp. 200.000,-/siswa/bulan. Sedangkan siswa SD ke atas Rp. 300.000,-/siswa/bulan. “Jaminan biaya sekolah itu diberikan sampai anak berusia 18 tahun, ” ungkap Ace Hasan.
Anak-anak, kata Ace Hasan, harus mendapat perlindungan dari negara, bukan hanya pemerintah pusat tapi juga pemerintah daerah. “Pemerintah daerah juga harus menganggarkan untuk perlindungan anak dan perempuan ini. Kalau bicara anggaran terbatas, sama pemerintah pusat juga anggarannya terbatas, tapi kita harus mengupayakannya,” tandasnya.
Namun yang lebih penting lagi, kata Ace Hasan, adanya sinergi dalam memberikan perlindungan bagi masa depan anak. Perlindungan anak agar lingkungannya kondusif dan penting pemahaman orang tua untuk menjaga anak-anak. “Maaf ya, misalnya anaknya itu dibesarkan dalam tradisi lingkungan ekosistem pesantren, Insyaallah akan terbangun akhlaknya sesuai dengan ekosistem lingkungannya yang baik. Maaf ya, kalau anak dibesarkan di lingkungan prostitusi, misalnya, maka lingkungannya itu bisa mempengaruhi kehidupannya ke depan. Maka orang tua, wajib menempatkan anak dalam ekosistem yang baik,” jelasnya.
Pemerintah, kata Ace Hasan, sudah menyediakan payung hukum untuk perlindungan anak. Undang-undang Dasar 45 jelas menegaskan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Selain UUD, Ace Hasan mengungkapkan ada juga UU tentang perlindungan anak dan tahun 2012 kita juga memiliki undang-undang tentang Peradilan Pidana Anak. “Jadi harus dipisahkan pidana anak dengan pidana umum. Kenapa? Karena memperlakukan anak di dalam proses hukum berbeda dengan memperlakukan orang dewasa,” jelasnya.
Tahun 2014, kata Ace, pemerintah juga merevisi Undang-undang perlindungan anak yang isinya antara lain anak anak tidak boleh diperlakukan secara diskriminatif. Dalam keluarga, anak yang pertama dan anak kita yang lainnya tidak boleh dibedakan. “Kalau kita membedakan antara anak yang pertama misalnya dengan anak yang lain maka itu nanti akan mempengaruhi terhadap tumbuh kembang anak,” ujarnya.
Ace Hasan berharap agar masyarakat memiliki pemahaman yang sama dalam melindungi anak sebagai tunas bangsa. Tumbuh kembangnya harus sesuai prinsip-prinsip pengasuhan, karena anak-anak kita nanti akan membawa bangsa ini menjadi bangsa yang maju.
Dalam bagian lain paparannya, Ace Hasan juga mengungkapkan selain anak juga pemerintah wajib memberikan perlindungan terhadap perempuan terutama dari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Terlebih pandemi Covid-19 juga telah membawa implikasi pada perekonomian keluarga dengan banyaknya kepala keluarga yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang bisa memunculkan KDRT.
“KDRT juga kerap muncul akibat pernikahan dini karena ketidakmatangan jiwa pasangan. Sehingga pemerintah sekarang mengeluarkan aturan yang hanya mengijinkan pasangan nikah minimal di usia 18 tahun. Kalau pernikahan dibawah usia 18, di luar pemerintah,” pungkasnya.
Sumber : Visinews.com