JAKARTA, RI Jiwa kepahlawanan harus terus kita nyalakan dalam hati sanubari kita yang menyertai semangat nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan.Kepahlawanan merupakan fondasi moral untuk mendorong kita bertindak yang terbaik bagi bangsa, negara dan kemanusiaan universal. Kepahlawanan bukan hanya membaca sejarah masa lalu dengan merujuk pada tokoh-tokoh bangsa yang telah berjuang mengorbankan jiwa, raga dan bahkan nyawanya untuk kebenaran yang diyakininya.
Namun menghadirkan nilai-nilai perjuangan dalam diri sesuai dengan tantangan yang berbeda di setiap zamannya. Kepahlawanan bukan pula pengakuan diri untuk mendapatkan kehormatan dan penghargaan dari orang lain. Tetapi sebuah pengakuan orang lain atau masyarakat manakala perilaku dan tindakannya memiliki dampak dan manfaat bagi orang lain serta akan selalu dikenang dalam catatan sejarah kemanusiaan dan kebangsaan.
Saya meyakini bahwa para pendiri dan pejuang bangsa, tidak pernah sedikitpun berniat dalam hatinya berjuang dan berkarya untuk bangsa hanya untuk mendapatkan pujian, penghargaan dan pengakuan atas apa yang dilakukannya.
Mereka berjuang dan berkorban karena dorongan hati nuraninya dan mereka menyadari bahwa bangsa ini harus menjadi bangsa lebih baik dari apa yang dirasakan dan disaksikannnya.
Bagi mereka, biarlah sejarah yang akan mencatat apa yang telah diperjuangkan dan dikorbankannya. Perjuangan yang mereka lakukan bukan untuk dirinya, tetapi sangat berdampak dan terkait dengan nasib orang lain.
Bahkan, apa yang dilakukannya, akan melampaui batas waktu kekinian dan melampaui zamannya. Kita dapat mencatat kepahlawanan yang telah ditunjukan para pendahulu kita.
Salah satunya, cerita heroik Pangeran Diponegoro yang mengingatkan kita bahwa jika dirinya memikirkan diri sendiri, cukup baginya menikmati kemewahan sebagai penguasa Jawa dalam lingkungan Kraton Kesultanan Yogyakarta.
Namun, dirinya tak bisa membiarkan rakyat dalam penindasan kolonialisme Belanda yang merampas hak-hak rakyat dan merampas harga diri Kraton Yogyakarta.
Kemarahannya semakin memuncak ketika Belanda hendak membangun jalur rel kereta api yang melewati makam leluhurnya. Hal ini dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap budaya dan tradisi Jawa.
Pangeran Diponegoro memimpin langsung perlawanan rakyat Jawa terhadap kolonialisme Belanda yang berlangsung selama lima tahun yaitu dari tahun 1825 hingga tahun 1830.
Tercatat dalam sejarah, Pangeran Diponegoro memimpin perang dari Goa Selarong, mengatur strategi gerilya, menggalang dukungan rakyat dari berbagai lapisan masyarakat dari para petani, tokoh agama dan para bangsawan Jawa.
Meskipun, akhirnya Pangeran Diponegoro ditawan dan kemudian wafat di Makassar, serta mengalami kekalahan, Perang Jawa ini menjadi inspirasi bagi gerakan perlawanan Nusantara untuk melawan penjajahan Belanda.
Sosok lain yang teguh dengan pendirian dan memiliki prinsip berjuang ialah Jenderal Besar Sudirman. Jenderal Sudirman adalah sosok pejuang yang tak kenal menyerah.
Sakit parah yang dideritanya saat memimpin perang geriliya, tak menyurutkan semangatnya untuk mengatur strategi perlawanan tentara bersama rakyat dalam melawan agresi Belanda yang kedua.
Tawaran Presiden Sukarno untuk istirahat ditolaknya untuk tetap berjuang memimpin perjuangan rakyat. Kata Jenderal Sudirman “Tempat saya yang terbaik adalah di tengah-tengah anak buah, Saya akan meneruskan perjuangan”.
Prinsip yang teguh pada kebenaran, konsisten, berintegritas, berani mengambil resiko dan memberikan keteladanan, adalah nilai-nilai kepahlawanan yang harus terus kita gaungkan.
Nilai-nilai kepahlawanan adalah kompas moral dan strategis dalam membentuk kepemimpinan yang tangguh, visioner, dan berkarakter negarawan.
Dalam konteks saat ini, kepahlawanan tidak hanya dimaknai sebagai keberanian di medan perang, tetapi juga ketangguhan menghadapi tantangan multidimensi: ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan.
Bangsa yang tangguh adalah bangsa yang tidak kehilangan roh perjuangannya.
Nilai-nilai kepahlawanan harus diinternalisasi ke dalam seluruh gatra kehidupan nasional sebagai daya tahan (resilience) terhadap disrupsi global, polarisasi sosial, dan ancaman terhadap kedaulatan bangsa. Dalam perspektif geopolitik, nilai kepahlawanan terwujud dalam kesadaran ruang hidup bangsa—lebensraum nasional—yang berpijak pada prinsip Wawasan Nusantara.
Kini, kepahlawanan geopolitik menuntut keberanian baru: menjaga kedaulatan digital, keamanan siber, sumber daya laut, dan ruang udara dari dominasi global. Pahlawan masa kini adalah mereka yang mampu melindungi kepentingan nasional di dunia yang tanpa batas.
Mereka yang berjuang menegakkan kedaulatan pangan, energi, data, dan ekosistem laut Indonesia adalah pewaris sejati semangat geopolitik para pahlawan terdahulu.
Kepemimpinan yang berkarakter pahlawan adalah kepemimpinan yang menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi, golongan, atau kekuasaan. Kepemimpinan pahlawan harus bertransformasi menjadi kepemimpinan negarawan (statesmanship leadership), yang mengedepankan visi kebangsaan jangka panjang, keadilan sosial, dan kesejahteraan rakyat.
Nilai-nilai integritas, tanggung jawab, pengorbanan, dan keteladanan merupakan ciri utama kepemimpinan yang berpijak pada roh kepahlawanan.
Kepemimpinan seperti ini menjadi modal sosial untuk mengonsolidasikan seluruh potensi nasional menuju kemajuan Indonesia.
Seorang pemimpin berjiwa pahlawan tidak mencari popularitas, melainkan keberlanjutan perjuangan. Ia tidak sekadar memimpin dari depan, tetapi menginspirasi dari tengah dan menjaga dari belakang.
Lingkungan strategis global saat ini ditandai oleh rivalitas geopolitik, ketimpangan ekonomi, disrupsi teknologi, perubahan iklim, dan pergeseran tatanan dunia menuju multipolaritas.
Dalam kondisi demikian, bangsa Indonesia memerlukan kewaspadaan nasional yang tinggi serta pemahaman mendalam terhadap Wawasan Nusantara sebagai strategi ketahanan wilayah dan sosial budaya.
Nilai-nilai kepahlawanan menjadi panduan moral dalam membaca dan merespons perubahan lingkungan strategis.
Wawasan Nusantara mengajarkan bahwa setiap jengkal tanah, laut, dan udara Indonesia memiliki nilai strategis bagi ketahanan nasional.
Pahlawan masa kini bukan hanya mereka yang menjaga perbatasan fisik, tetapi juga mereka yang melindungi perbatasan ideologis, digital, dan ekonomi bangsa. Kewaspadaan nasional tidak boleh hanya bersifat reaktif, melainkan proaktif dan antisipatif.
Kita harus mendorong seluruh komponen bangsa untuk menumbuhkan kesadaran situasional—mengenali potensi ancaman, peluang, serta kekuatan sendiri.
Dengan semangat kepahlawanan, bangsa Indonesia dapat memelihara stabilitas nasional sekaligus berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia.
Kita harus terus menghidupkan nilai-nilai kepahlawanan dalam setiap generasi. Setiap generasi memiliki panggilan kepahlawanannya sendiri.
by: Ace Hasan Syadzily Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional/Lemhannas
























