Jakarta – Politikus Gerindra Habiburokhman menganggap capresnya, Prabowo Subianto, sudah unggul 3-0 dari Jokowi untuk materi debat pertama. Tim Jokowi punya pandangan sebaliknya, konsep yang ditawarkan Prabowo disebut tong kosong.
“Untuk melihat kualitas visi dan misi calon presiden 2019 ini kita harus melihat visi dan misi yang diserahkan ke KPU, yang kemudian dijadikan sebagai rujukan dalam kepemimpinan lima tahun ke depan. Kami melihat visi dan misi Prabowo-Sandi yang diserahkan ke KPU seperti tong kosong,” kata jubir TKN Jokowi-Ma’ruf, Ace Hasan Syadzily, kepada wartawan, Selasa (8/1/2019).
Ace mengajak publik melihat dokumen visi-misi kedua pasangan capres, khusus untuk tema hukum, HAM, korupsi, dan terorisme, sesuai dengan materi debat I. Dia menyatakan dokumen visi-misi Jokowi-Ma’ruf Amin di bagian itu komprehensif.
Dia menyoroti visi-misi Prabowo-Sandi di bidang hukum, HAM, korupsi, dan terorisme. Menurutnya, yang ditawarkan sangat jomplang dibandingkan dengan gagasan Jokowi-Ma’ruf.
“Dibanding visi-misi dan program kami, apa yang dijanjikan Prabowo-Sandi sangat jomplang. Program aksi yang dijanjikan hanya 12. Tidak ada sama sekali program aksi yang terkait soal penataan regulasi. Budaya hukum tidak disinggung sama sekali. Bahkan yang paling fatal dalam visi-misi Prabowo-Sandi tidak ada kata hak asasi manusia. Terlihat pasangan Prabowo-Sandi alergi terhadap isu HAM. Termasuk tidak ada program aksi untuk kelompok-kelompok rentan, seperti perempuan, anak-anak penyandang disabilitas, dan orang lanjut usia,” ulas politikus Golkar ini.
“Visi-misi paslon Prabowo-Sandi dipenuhi dengan jargon yang banyak justru paradoks dengan posisi politik dan aksi kelompok pendukung Prabowo-Sandi. Misalnya, dalam visi-misi paslon banyak diangkat narasi persekusi. Padahal persekusi adalah tindakan yang kerap dilakukan oleh mereka yang secara terbuka menyatakan dukungan ke pasangan Prabowo-Sandi,” sambung Ace.
Ace mengatakan sikap Prabowo terhadap kebebasan pers juga menjadi pertanyaan. Sebab, dia melanjutkan, beberapa kali Prabowo melakukan tindakan kasar pada wartawan, menuding media tidak independen, serta memboikot media.
“Prabowo-Sandi juga mengulang-ulang narasi tebang pilih, padahal lembaga penegak hukum bekerja berdasarkan due process of law, berdasarkan alat bukti. Dan semua warga negara memiliki persamaan di depan hukum. Bahkan pada era Pak Jokowi tidak pandang bulu dalam penegakan hukum, tanpa melihat latar belakangnya, apakah menteri, gubernur, dan bupati. Semua sama di mata hukum,” ujarnya.
Dalam pemberantasan korupsi, kata Ace, program aksi Prabowo-Sandi masih normatif, klise dan hampir semuanya sudah dikerjakan oleh Jokowi. Prabowo-Sandi, Ace melanjutkan, mengangkat lagi soal smart government yang empat tahun ini sudah dikerjakan Pak Jokowi dengan sistem e-government, e-budgeting, e-catalog, e-procurement, dan e-audit. Ditambah dengan Presiden Jokowi telah melakukan terobosan dengan mengeluarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. Jadi Prabowo masih berjanji, tapi Jokowi sudah memberikan bukti,” ujarnya.
Ace menilai tim Prabowo-Sandi perlu membaca hasil survei lembaga-lembaga kredibel terkait tren penilaian masyarakat terkait kinerja pemerintah dalam memberantas korupsi dalam tiga tahun terakhir. Hasil survei LSI, kata dia, justru menemukan masyarakat melihat pemberantasan korupsi semakin efektif.
“Masyarakat juga menilai tindakan korupsi di sektor pelayanan publik juga semakin menurun. Demikian pula data Transparecy International menunjukkan indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia semakin membaik,” pungkasnya.
(tor/imk)