Kita telah menyaksikan bersama Debat II Pilpres 2019 antara Pak Jokowi dan Pak Prabowo Subianto, Minggu (17/2/2018) malam yang mengangkat tema energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan hidup. Menurut saya, Pak Jokowi menang telak.
Pak Jokowi terbukti sangat menguasai tema debat kali ini. Pemaparannya runut dan jelas. Beliau memiliki stok data yang cukup, gagasan dan konsep yang konkret, serta berhasil menjawab keraguan masyarakat dan kritik oposisi dengan menyampaikan capaian keberhasilan pemerintahannya di pelbagai bidang selama kepemimpinannya.
Soal infrastruktur Pak Jokowi memiliki gagasan yang menyentuh substansi persoalan. Ia menyatakan akan konsisten melakukan pembangunan infrastruktur jika terpilih lagi. Untuk meningkatkan koneksivitas, sehingga ketimpangan ekonomi antardaerah bisa terselesaikan. Tidak hanya berupa tol, melainkan juga saluran irigasi, jalan di desa-desa, dan bandara, yang sebenarnya pembangunannya sudah dilakukan di periode ini.
Pak Jokowi juga menjawab secara tepat dan lugas kritik Pak Prabowo yang menganggap pembangunan infrastruktur di era ini grusa-grusu sehingga tidak bermanfaat kepada publik. Pak Jokowi menyatakan, pembangunan infrastruktur telah melalui perencanaan yang matang dengan mempertimbangkan pelbagai aspek. Sementara pemanfaatan infrastruktur menurutnya membutuhkan waktu. Seperti mengubah budaya penggunaan alat transportasi privat ke transportasi publik layaknya MRT dan LRT tidak bisa serta merta. Dan, fasilitas transportasi publik itu dibangun agar secara perlahan masyarakat terdorong dan terbiasa menggunakannya.
Tidak ketinggalan, Pak Jokowi membuktikan memiliki pengetahuan matang di dunia digital guna menyongsong revolusi industri 4.0 melalui program pembangunan infrastruktur telekomunikasi bernama Palapa Ring sejak 2015 dan sampai sekarang sudah 100 persen rampung di wilayah Barat dan Tengah. Sedangkan di Timur 90 persen.
Palapa Ring memungkinkan percepatan kemajuan industri telekomunikasi, baik untuk startup di tahap inkubasi maupun yang sudah layak disebut unicorn. Karena kini hampir seluruh wilayah memiliki akses broadband internet lebih cepat. Pengusaha kecil pun bisa lebih mudah untuk mengembangkan perekonomiannya lewat marketplace digital.
Soal pangan juga sama. Pak Jokowi berhasil mendedahkan penurunan import jagung dan peningkatan produksi beras selama pemerintahannya. Termasuk menjawab kritik import pangan yang disampaikan Pak Prabowo. Ia menjelaskan fungsi import untuk menjaga stabilitas harga dan menjadi cadangan jika terjadi hal luar biasa, seperti bencana dan gagal panen. Penjelasan yang menurut saya mengandung gagasan cerdas dalam menyelesaikan dua persoalan sekaligus: kesejahteraan petani dan pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat.
Beranjak ke lingkungan hidup. Pak Jokowi membuktikan pemerintahannya sukses mengatasi persoalan limbah. Salah satunya lewat program Citarum Harum yang dilaksanakan pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan dukungan pemerintah pusat. Begitupun penegakan hukum lingkungan dan ketegasan kepada perusahaan-perusahaan tambang untuk membayar pajak lingkungan kepada negara. Dua hal yang menurutnya akan terus dilakukan bahkan ditingkatkan jika terpilih lagi.
Dalam pembahasan sawit. Pak Jokowi bahkan terlihat memiliki visi lebih maju ketimbang Pak Prabowo yang sekadar menyatakan program normatif dengan menyebut perkebunan inti rakyat dan plasma. Program itu sudah sejak zaman baheula dilaksanakan. Pak Jokowi menyatakan, produksi sawit semakin meningkat dan sudah dipergunakan untuk B20 untuk memenuhi biodiesel. Bahkan sedang adan akan merealisasikan B100.
Performa semacam itu tidak ditampilkan Pak Prabowo. Ia cenderung menyampaikan konsep yang mengawang-awang. Minim data. Tidak konkret dan keluar konteks persoalan. Menunjukkan ia tidak menguasai dengan baik tema perdebatan.
Pak Prabowo bicara soal kemandirian namun tidak menjelaskan tentang apa yang akan dilakukan untuk mendukung ke arah terwujudnya kemandirian tersebut. Bicara soal swasembada pangan, tetapi tidak mengurai tentang bagaimana cara mencapainya. Belum lagi bicara soal swasembada air, apa maksudnya dengan istilah itu?
Argumentasinya selalu mengulang-mengulang narasi normatif soal pasal 33, tanah, air dan udara dikuasi negara. Padahal, seperti yang dikatakan Pak Jokowi dan diakuinya sendiri, ia menguasai lahan ratusan ribu hektare. Memang Pak Prabowo konsisten dengan “paradoksnya”.
Malahan Pak Prabowo lagi-lagi menyebar hoaks. Ia menyatakan pembangunan infrastruktur mahal seperti LRT dan MRT tanpa menyebutkan angka dan datanya yang memadai. Ia bilang Malaysia dua kali lebih efektif daripada Indonesia.
Padahal biaya pembangunan LRT Jabodetabek per kilometer Rp 673 miliar, sementara di Malaysia LRT Kelana Jaya Malaysia biaya per km nya Rp 817 miliar / km.
Tidak cukup di situ. Sebagai seorang calon pemimpin, Pak Prabowo seolah kurang memperbarui pengetahuannya. Ia gagap menjawab pertanyaan Pak Jokowi soal pembangunan infrastruktur yang mendukung perkembangan unicorn. Alih-alih mengungkap gagasan yang tepat, pernyataannya bahwa unicorn adalah “yang online-online itu” menunjukkan ia tidak tahu istilah tersebut.
Satu fakta yang menurut saya cukup disayangkan. Mengingat perbincangan soal unicorn sudah menyeruak di publik dari beberapa tahun lalu, usai kemunculan Go-Jek sebagai salah satu unicorn karya anak bangsa.
Menjawab Kritik BPN Dengan Pengakuan Prabowo
Namun, kemenangan telak Pak Jokowi semalam ternyata masih tidak diakui kawan-kawan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga. Mereka melontarkan aneka kritik, seperti data yang tidak valid, sampai ke soal isu penggunaan earpiece untuk membantu menawannya performa Pak Jokowi saat debat.
Detail data menurut saya tidak terlalu prinsipil. Karena yang terpenting adalah substansi materi argumen Pak Jokowi. Misalnya, soal produksi jagung. Nyatanya memang terjadi penurunan signifikan angka import sejak Pak Jokowi menjabat sampai sekarang. Poinnya kan sebenarnya itu.
Kemudian misalnya Pak jokowi bicara import beras. Saya kira itu juga gambaran yang disampaikan pak Jokowi soal rasionalisasi atas kemajuan dan progres kemandirian pangan. Memang perlahan-perlahan menunjukan progresifitasnya dari kondisi sebelumnya.
Isu penggunaan earpiece tentulah mengada-ada. Pak Jokowi memang paham persoalan karena dia bekerja selama 4,5 tahun memimpin Indonesia.
Lepas dari itu, wajar mereka bersikap demikian. Karena tugas mereka sebagai tim sukses memang untuk menjaga pengaruh pasangannya di publik tidak anjlok, ibaratnya kalau terpeleset tidak sampai jatuh terpelanting. Akan tetapi, menurut saya, itu justru menunjukkan BPN tidak memberi masukan yang baik kepada Pak Prabowo selama persiapan debat.
Padahal, dalam debat kandidat sebuah keniscayaan perhatian akan tertuju pada performa calon. Publik ingin melihat secara langsung kemampuan seorang kandidat. Sebagai penantang, tentu publik ingin melihat gagasan dan konsep alternatif yang ditawarkan Pak Prabowo bagi kemajuan bangsa. Sebuah hal yang tidak tampak sama sekali selama debat semalam.
Begitu juga, sikap mereka semakin menunjukkan kalau Pak Prabowo memang tidak kompeten dalam membahas tema semalam, sehingga masih perlu dijelaskan lagi oleh timnya dengan berbagai alasan agar pendukungnya tidak beralih ke Pak Jokowi. Hal yang tidak perlu dilakukan andaikata BPN sudah memberikan masukan tepat dan Pak Prabowo memang mengerti persoalan serta memiliki gagasan.
Lagi pula, seperti yang kita saksikan bersama, Pak Prabowo banyak mengapresiasi dan mengafirmasi Pak Jokowi. Baik dari pencapaian kinerja, maupun gagasan yang disampaikan terkait tema semalam. Seperti pengakuannya terhadap pembangunan infrastruktur Pak Jokowi yang signifikan dan cara pengelolaan bekas lubang tambang.
Artinya, Pak Prabowo sendiri memang mendukung terhadap langkah-langkah yang dilakukan Pak Jokowi, mengakui Pak Jokowi selama ini bekerja, dan yang terpenting mengakui Pak Jokowi layak lanjut dua periode menjadi presiden.
Sikap Pak Prabowo dalam debat saya kira menjadi jawaban paling tepat bagi kritik dan komentar yang dilontarkan BPN terhadap performa Pak Jokowi. Kecuali BPN tidak sepakat dengan pendapat Pak Prabowo.
Saya berharap debat semalam dapat membuka hati nurani dan pikiran masyarakat bahwa Pak Jokowi memang masih dan paling pantas menjadi presiden Indonesia periode 2019-2024.
Sumber : geotimes.co.id