Tanggal 1 Oktober 2019, DPR/DPD/MPR RI telah resmi diambil sumpah jabatannya. Pelantikan lembaga negara yang terhormat ini dilakukan di tengah kepungan demonstrasi di Gedung Kura-kura, Nusantara, Senayan Jakarta. Jujur, saya yang menjadi bagian dari orang yang dilantik, memiliki beban psikologis yang berat untuk memenuhi harapan publik terhadap lembaga negara ini.
Beberapa hari sebelumnya, gelombang demonstrasi mahasiswa dan pelajar juga berdatangan ke DPR RI. Salah satu tuntutannya adalah pembatalan RUU yang dinilai kontroversial seperti revisi UU KPK, RUU KUHP dan lain-lain. Dalam negara yang demokratis seperti Indonesia saat ini, tentu apa yang terjadi itu merupakan bagian dari kemewahan politik (luxurious politics of democracy) dalam sistem politik yang lebih terbuka. Hal ini harus direspon secara positif dalam konteks dialektika demokrasi.
Akhir pekan yang lalu, 6/10/2019, Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis sebuah survey yang menyebutkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga negara seperti Presiden, KPK dan DPR. DPR merupakan lembaga negara yang paling rendah di mata rakyat, yaitu 40%. Sementara, Presiden yang dipilih langsung rakyat dan KPK yang dipilih DPR jauh di atasnya, yaitu Presiden 71% dan KPK 72%. Atas hasil survei LSI tersebut, tentu ini menjadi cambuk bagi DPR RI yang baru untuk memulihkan kepercayaan masyarakat dalam menjalankan peran, fungsi dan kewenangannya.
Pertanyaan mendasarnya adalah bagaimana memulihkan kepercayaan itu di tengah arus ketidakpercayaan publik yang rendah? Tak mudah untuk menjawab pertanyaan itu kecuali, untuk para Anggota DPR RI yang baru, menjawabnya dengan membuktikannya melalui peningkatan kinerja, menyuarakan suara konstituen atau masyarakat, menunjukan keteladanan dan integritas lembaga negara yang terhormat.
* * *
DPR RI merupakan lembaga negara yang secara tegas disebutkan dalam UUD 1945 dengan tiga fungsi: legislasi atau menyusun Undang-undang, pengawasan dan bersama dengan pemerintah menyusun anggaran (budgeting). Ketiga fungsi konstitusional ini sangatlah penting dan strategis bagi jalannya penyelenggaraan negara. Dengan kekuasaan yang dimilikinya, DPR dapat berbuat banyak untuk rakyat.
Harus diakui bahwa fungi legislasi Anggota DPR RI periode 2014-2019 lebih rendah dari periode sebelumnya (2009-2014). Pada periode 2014-2019, total RUU yang disahkan DPR 2014-2019 sebanyak 91 RUU dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang ditargetkan sebanyak 189 RUU. Pada periode DPR 2009-2014, RUU yang disahkan menjadi UU mencapai 125 RUU dari jumlah Proglegnas sebanyak 247 RUU.
Tentang produktivitas lahirnya UU itu sesungguhnya tak bisa sepenuhnya disalahkan kepada DPR RI. Dalam proses pembahasan Undang-Undang, apa yang telah ditetapkan dalam Prolegnas akan dapat dibahas jika dilakukan bersama Pemerintah sebagaimana diatur dalam konstitusi kita. Jika Presiden atau Kementerian yang mewakili Pemerintah tidak membahasnya, maka pembicaraan RUU tersebut tidak dapat dilanjutkan.
Sebagai bahan evaluasi, dalam penyusunan Prolegnas ke depan, sebaiknya DPR RI dan Pemerintah harus sungguh-sungguh memperhatikan prioritas dalam fungsi legislasi tersebut. DPR bukan hanya mengusulkan daftar keinginan RUU tanpa mengkaji urgensinya secara seksama dan mendalam. Dalam penyusunan Prolegnas, perencanaan penyusunan program legislasi harus dilakukan secara sistematis, terarah dan melibatkan masyarakat dengan landasan akademik yang kuat agar kualitasnya jauh lebih baik. Jauh lebih penting dari itu, setiap penyusunan usulan Prolegnas harus memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat tentang hal-hal yang perlu diatur setingkat Undang-Undang. Apabila pengaturan sebuah kebijakan cukup melalui Peraturan Pemerintah, tentu tidak perlu diatur dalam UU.
Selain itu, yang perlu menjadi perhatian serius adalah kualitas UU yang dihasilkannya. Banyaknya UU yang mengalami judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) harus menjadi pelajaran penting agar dalam pembahasan Undang-Undang dari segi kualitas dan substansinya harus sungguh-sungguh memperhatikan ideologi negara, Pancasila, UUD 1945 dan keterkaitan dengan UU yang lainnya.
Melibatkan publik dalam mekanisme penyusunan RUU menjadi hal yang sangat mutlak, terutama kalangan perguruan tinggi dan kalandan civil society. Masukan dan kajian kritis mereka diperlukan agar kualitas UU disusun bukan semata-mata berdasarkan atas pendekatan politis, namun memiliki bangunan yang kuat juga dari aspek akademis.
Melibatkan masyarakat dalam kinerja DPR RI saat ini perlu didukung dengan penggunaan teknologi informasi. Menjadikan DPR sebagai “open parliament” merupakan suatu keniscayaan dengan pemanfaatan teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi komunikasi informasi yang saat ini sudah mulai banyak digunakan melalui e-governance perlu terus ditingkatkan efektivitasnya di DPR. Teknologi sangat berpotensi untuk menjaring partisipasi lebih luas. Masyarakat dapat memberikan masukan dan kritik terhadap para anggota DPR RI melalui media sosial yang dimiliki para anggota yang diwakilinya.
* * *
Harus diakui bahwa peran partai politik sangat penting dalam menentukan arah DPR ke depan. Fraksi di DPR RI merupakan kepanjangan tangan dari kebijakan partai politik. Determinasi parpol dalam kebijakan para Anggota DPR sangatlah mutlak.
Bagi partai politik sendiri mendengarkan suara rakyat jauh lebih penting karena kepercayaan masyarakat merupakan kunci kemenangan parpol dalam setiap Pemilu. Jika parpol tidak mampu menyerap, mengartikulasikan dan menyuarakan kepentingan politik rakyat melalui para anggotanya di DPR, maka kepercayaan rakyat akan menjadi taruhannya. Oleh karena itu, penguatan peran parpol dalam memulihkan kepercayaan rakyat bagi DPR merupakan hal yang teramat penting.
Peran parpol dalam menjaga integritas para anggotanya di DPR sangat penting. Melalui fraksinya, parpol dapat menegakan disiplin, etika dan menjaga kehormatan dewan. Karena itu, adanya pakta integritas untuk tidak melakukan tindakan yang melanggar etika dan undang-undang, seperti korupsi, yang dapat merusak nama baik lembaga yang terhormat ini harus dilakukan dan ditegakkan.
Ketika mata masyarakat tertuju perhatiannya kepada DPR, maka makna dibalik itu sesungguhnya masyarakat memiliki harapan agar DPR dapat berbuat yang terbaik untuk rakyat. Masyarakat menggantungkan harapan agar DPR dapat menghasilkan Undang-Undang yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan sesuai dengan perkembangan kemajuan zaman; mengawasi kinerja Pemerintahan Jokowi agar bekerja sesual dengan janji kampanyenya; serta menyusun anggaran yang pro-rakyat yang efesien, tepat sasaran dan memberikan manfaat untuk kesejahteraan rakyat. Bagaimana membuktikannya? Perlu waktu dan sejarah yang akan mencatat. Mari kita awasi bersama-sama. Wallahu ‘alam bish showab.
Sumber : Tulisan ini dimuat di Harian Pikiran Rakyat, 10 Oktober 2019