Jakarta – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily menolak wacana teks khotbah Jumat diatur pemerintah. Ace juga membandingkan wacana itu dengan kondisi di era orde baru.
“Pengaturan teks khotbah Jumat di masjid-masjid jelas merupakan bentuk ‘penyeragaman’ materi khotbah. Di era orde baru saja, tidak ada itu pengaturan teks khotbah Jumat. Jika wacana pengaturan teks khutbah itu dilakukan, Pemerintah terlalu ikut campur terhadap urusan keagamaan masyarakat,” kata Ace saat dihubungi, Selasa (21/1/2020) malam.
Menurut Ace wacana itu tak perlu dilakukan. Dia mengingatkan agar kemampuan masyarakat memilih khatib salat Jumat tak perlu diragukan.
“Saya kira tidak perlulah pemerintah membuat konsep khotbah yang harus dibacakan oleh seluruh khatib salat Jumat. Jangan meragukan kemampuan masyarakat untuk menunjuk para khatib yang biasa memberikan khotbah di masjid-masjid,” ujarnya.
“Jika-pun ditemukan, misalnya, ada khatib yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuan syariah, saya kira masyarakat sendiri yang melakukan koreksi atas khotbah Jumat yang dinilainya tidak tepat,” imbuhnya.
Politisi Partai Golkar itu juga juga menyinggung alasan pemerintah akan mengatur teks khotbah Jumat yang disebut-sebut merupakan hasil studi banding di Uni Emirat Arab. Dia menilai praktik keagamaan di Indonesia tak bisa disamakan dengan negara lain.
“Jika rujukannya adalah Uni Emirat Arab atau di Abu Dhabi, sebagaimana pengalaman kunjungan Pak Menteri Agama, praktik keagamaan di sana berbeda dengan di Indonesia yang lebih plural dan majemuk dengan sistem politik dan pemerintahannya yang berbeda,” ucap dia.
Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) mewacanakan mengatur teks khotbah Jumat di setiap masjid di Kota Bandung. Para khatib nantinya harus menyesuaikan dengan teks yang disiapkan pemerintah.
Kepala Kemenag Kantor Wilayah Kota Bandung Yusuf Umar mengatakan wacana ini berdasarkan instruksi Menteri Agama. Menurut dia, berdasarkan studi banding yang dilakukan Menag ke Abu Dhabi, khatib-khatib masjid di sana berkhotbah sesuai dengan teks yang disediakan pemerintah.
“Jadi mungkin hasil studi banding Pak Menteri Agama di Abu Dhabi, nah itu coba bisa nggak dikondisikan di daerah. Saya kan sebagai pelaksana kebijakan di Kota Bandung, ini dari Pak Menteri ketika ada pengarahan beliau,” ucap Yusuf kepada detikcom, Selasa (21/1/2020).
Sumber : Detik.com