JAKARTA, KOMPAS.com- Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily memperingatkan agar kewajiban karantina bagi orang-orang yang baru datang dari luar negeri tidak dijadikan ladang bisnis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan pemilik hotel. Ace mengatakan, pemerintah memang telah menyediakan tempat karantina bagi pekerja migran Indonesia (PMI), tetapi masih banyak masyarakat yang harus karantina di hotel dengan biaya yang tidak sedikit. “Jangan sampai ada tuduhan masyarakat bahwa ini bisnisnya BNPB bekerja sama dengan pemilik hotel, jangan sampai begitu pak, ini yang harus ditepis,” kata Ace dalam rapat dengan Kepala BNPB Suharyanto, Senin (13/12/2021).
Politikus Partai Golkar itu mengaku mendapat banyak keluhan dari masyarakat terkait biaya karantina di hotel yang bisa mencapai Rp 24 juta untuk 10 hari. Selain itu, ia menyebut sejumlah asosiasi umroh juga memprotes kewajiban karantina di hotel karena masih ada asrama haji yang bisa digunakan sebagai lokasi karantina. Ia pun mengaku ada beberapa koleganya yang meminta untuk melakukan karantina secara mandiri karena banyak hotel yang sudah penuh dipakai karantina.
“Walaupun secara ekonomi juga bagus untuk hidupnya hunian hotel, tapi kan buat rakyatnya jadi terjepit pak,” ujar Ace. Di samping itu Ace juga mempertanyakan alasan pemerintah mengubah-ubah masa karantina misalnya dari 7 hari, kemudian sepat 3 dan 5 hari. Menurut Ace, tidak ada yang salah dari kebijakan karantina selama ada penjelasan yang ilmiah agar tidak menimbulkan kecurigaan di tengah publik.
“Kalau misalnya saya mendapatkan penejalasan dari ahlinya tentang kebijakan tersebut, tentu kita bisa terima karena kita juga tidak ingin bahwa Indonesia menjadi tepat persebaran Covid-19 dengan berbagai macam varian termasuk varian Omicron,” kata Ace. Menanggapi itu, Kepala BNPB Suharyanto menyebut kebijakan karantina merupakan keputusan para menteri. Sedangkan BNPB selaku Satuan Tugas Covid-19 hanya menjalankan aturan. “Jadi ini kami akan angkat saja ke pimpinan atas karena penentuan 10 hari ini berdasarkan keputusan dari para menteri, kami kasatgas hanya menjalankan saja, saran dari Komisi VIII akan kami bawa ke tingkat atas,” kata Suharyanto.
Sumber : Kompas.com