JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengingatkan hakim mendukung proses pemulihan terhadap korban kejahatan seksual Herry Wirawan.
Dalam hal ini, Ace meminta hakim memberikan dukungan rehabilitasi pada korban pemerkosaan Herry guna proses pemulihan trauma. “Paling penting lagi adalah hakim menegaskan tentang pentingnya rehabilitasi terhadap korban. Misalnya, bagaimana memulihkan trauma healing terhadap para korban tersebut,” kata Ace saat dihubungi Kompas.com, Rabu (16/2/2022).
Ketua DPP Partai Golkar itu juga menekankan, seharusnya hakim dapat menyoroti pula pentingnya memenuhi kebutuhan dasar para korban pemerkosaan.
Dia juga melihat, para korban pemerkosaan Herry masih di bawah umur yang mana perlu dijamin kebutuhan dasar seperti pendidikan. “Hakim juga dapat meminta kepada pihak-pihak terkait untuk memastikan terjaminnya kebutuhan dasar bagi para korban, terutama korban anak, jaminan kebutuhan dasar, pendidikannya. Juga terhadap sembilan bayi yang memang dilahirkan dari tindakan kejahatan Herry,” jelas Ace.
Menanggapi putusan hakim terhadap Herry yang divonis penjara seumur hidup, Ace mengaku tak puas. Pasalnya, vonis hukuman itu dirasa belum menunjukkan keadilan terhadap korban. Dia mendesak hakim mempertimbangkan hukuman kebiri bagi Herry, dengan disertai penjara seumur hidup.
Menurutnya, hukuman kebiri masih bisa dijatuhkan pada Herry dengan cara jaksa penuntut umum mengajukan banding pada putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung. “Kita berharap, hakim memberikan hukuman seberat-beratnya kepada Herry. Supaya menimbulkan efek jera kepada masyarakat sehingga masyarakat tidak berani melakukan tindakan serupa. Ini kan kejahatannya sudah berlapis-lapis,” ujarnya.
Diketahui, Herry Wirawan divonis penjara seumur hidup pada Selasa (15/2/2022). Vonis Herry dibacakan hakim dalam sidang terbuka di PN Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa. Hakim berpandangan, tidak ada tindakan yang meringankan hukuman Herry. Sementara hal yang memberatkan hukuman Herry adalah tindakan terdakwa dinilai telah merusak korban, khususnya perkembangan dan fungsi otak.
Sumber : Kompas.com