Hal itu disampaikan Ace Hasan saat menjadi narasumber pada Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) tahun 1445 H/2023, di Lombok, NTB.
Menurutnya, DPR dalam hal ini Komisi VIII memiliki peran penting dalam melakukan pengawasan terhadap pelayanan haji dan umroh selama ini. Termasuk menyusun dan menyempurnakan berbagai regulasi yang ada di dalamnya. Sehingga ekosistem haji dan umroh bisa benar-benar memberikan jaminan kenyamanan dan kualitas bagi para jamaah.
Kang Ace begitu sapaannya menjelaskan, ada tiga peran DPR terkait haji dan umroh tersebut antara lain menyangkut aspek regulasi, penganggaran dan pengawasan.
“Secara garis besar kita sudah memiliki undang-undang (UU) yang mengatur ekosistem penyelenggaraan haji dan umroh ini. DPR bahkan sudah mengatur melalui payung hukum yang ada secara lebih spesifik, bukan hanya soal haji tapi juga terkait umroh,” kata Kang Ace dalam keterangan tertulisnya. Sabtu (5/8).
Untuk aspek regulasi lanjut dia, diantaranya regulasi penyelenggaraan haji dan umrah serta pengelolaan keuangan haji. Seperti UU No. 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) serta UU No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (UU PKH).
Kang Ace kemudian memaparkan beberapa persoalan penyelenggaraan haji sebelumnya yang harus segera di perbaiki kedepan. Pertama, pihak mashariq tidak memenuhi komitmen pada beberapa komponen masyair selama di Arafah, Muzdalifah dan Mina.
“Yang paling utama soal kapasitas tenda dan kamar mandi yang tidak sesuai dengan jumlah jamaah Haji Indonesia. Timwas Haji banyak menemukan para jamaah yang tidak tertampung dalam tenda di Mina,” ujarnya.
Pihaknya juga sempat melihat kapasitas kamar mandi yang masih jauh dari kebutuhan para jamaah Haji Indonesia. Ditambah manajemen penempatan jamaah saat kedatangan yang sangat amburadul dan acak-acakan hingga itemukan banyak antar jamaah rebutan tenda.
“Kedua, keterlambatan makanan selama di Mina bagi jamaah. Banyak jamaah yang belum mendapatkan konsumsi di saat mereka membutuhkan makanan di tengah suasana kecapekan dan letih. Manajemen distribusi makanan juga masih perlu diperbaiki kedepan,” paparnya.
Ketiga, kata dia, kamar mandi di tenda Mina dan Arafah yang masih sangat terbatas dan jauh dari kapasitas jumlah jamaah. Antrean panjang terlihat dalam penggunaan toilet.
“Seharusnya diperhatikan jumlah toilet yang lebih banyak untuk perempuan karena jumlah jemaah Haji Indonesia lebih banyak perempuannya,” sambungnya.
Kemudian keempat, manajemen transportasi jamaah yang bergerak selama Armuzna tidak terkelola dengan baik. Kasus bus Taraddudi yang membawa jamaah dari Muzdalifah misalnya menjadi salah satu kesalahan fatal dari manajemen pergerakan jamaah yang tidak disiapkan mitigasinya.
“Padahal Timwas Haji DPR RI sudah mengingatkan pada saat rapat persiapan Armuzna,” jelasnya.
Kelima, sebut Kang Ace, beberapa fasilitas bagi lansia yang kami sarankan seperti kursi roda dan golf car masih belum optimal.
“Beberapa permasalahan itu harus diperbaiki kedepan, pengelolaan daftar tunggu juga harus menjadi perhatian bersama kita,” lanjutnya.