Jakarta – Partai Golkar (PG) menilai wacana pengusulan hak angket terkait pengangkatan Komjen M Iriawan sebagai penjabat (pj) gubenur Jawa Barat (Jabar) masih prematur. Sebelum menuju ke hak angket, Komisi II dan III DPR tinggal memanggil pemerintah dan Kapolri untuk menjelaskan masalah tersebut.
“Masih ada mekanisme lain sebelum ke sana. Komisi II dan III bisa memanggil pihak terkait untuk menanyakan masalah itu,” kata Ketua Fraksi Golkar di DPR Melkias Marcus Mekeng di Jakarta, Rabu (20/6).
Ia menjelaskan, dalam rapat kerja (Raker) yang diadakan, Komisi II dan III bisa menanyakan alasan penangkatan M Iriawan. Mengapa harus dari polisi, sementara masih ada pejabat sipil lain yang bisa menduduki jabatan tersebut. “Polisi kan tugasnya menjaga keamanan, sementara gubenur adalah melayani masyarakat umum. Nah ini yang perlu ditanyakan kenapa dari polisi yang sebenarnya tugasnya menjaga keamanan bisa menjadi penjabat gubenur,” ujar Mekeng yang juga Ketua Komisi XI DPR ini.
Dia berharap ada rasionalitas yang benar-benar logis dengan pengangkatan Iriawan. Hal itu agar tidak menimbulkan kecurigaan bahwa untuk memenangkan calon tertentu.
Di tempat terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar bidang Media dan Pengalangan Opini Ace Hasan Syadzily menilai menilai pelantikan Komjen (Pol) M Iriawan sebagai penjabat (pj) gubenur Jawa Barat (Jabar) tidak melanggar Undang-Undang (UU). Langkah pemerintah sudah tepat dan sah menurut UU. “Tidak ada yang melanggar. Kalau ada yang mau usulkan hak angket, itu berlebihan,” kata Ace.
Menurutnya, jika sebelumnya Iriawan sebagai pejabat struktural di kepolisian, maka pengangkatnnya sebagai pj Jabar dapat melanggar UU. Namun Iriawan sebelum dilantik bukan pejabat struktural di kepolisian tetapi sebagai sekretaris utama (sestama) Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas). Dengan jabatan nonstruktural tersebut, Iriawan tidak ada masalah dengan jabatan baru yang ditunjuk pemerintah.
“Kalau butuh penjelasan lengkap dari pemerintah, cukup dengan melakukan rapat kerja (raker) dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), bukan ucuk-ucuk hak angket. Memang itu hak setiap fraksi di DPR tetapi sangat berlebihan,” ujar anggota Komisi II DPR ini.
Sumber :beritasatu.com