JAKARTA – Mendeligitimasi penyelenggara pemilihan umum (Pemilu) dinilai sama saja dengan merusak iklim demokrasi di Indonesia.
Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Ace Hasan Syadzily mengatakan upaya delegitimasi penyelenggara Pemilu akan merusak tatanan demokrasi.
Alasannya Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan produk politik yang telah disepakati perwakilan partai di DPR.
“Kita harus menjaga kualitas demokrasi kita dengan bersama-sama mempercayakan penyelenggaraan pemilu kepada KPU dan Bawaslu,” kata Ace saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (13/3/2019).
Ace mengimbau agar tidak melemparkan tudingan tidak netral kepada penyelengara Pemilu, sedangkan pesta demokrasinya baru akan digelar 17 April mendatang.
“Ini artinya sama saja dengan mencari alibi, jika nanti kalah. Kita sama-sama memiliki kesempatan untuk menjaga demokrasi kita dengan menjaga Pemilu lebih fair, jujur, dan adil,” tegasnya.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menyayangkan pihak-pihak yang berupaya mendelegitimasi KPU sebagai penyelenggara pemilu, berikut instansi pendukung terselenggaranya pemilu seperti Kemendagri dan Polri.
“Upaya mendelegitimasi penyelenggara pemilu sangat berbahaya, karena secara tidak langsung mengindikasikan adanya sekelompok masyarakat yang berkeinginan agar pemilu gagal dan chaos,” kata Ujang.
Propaganda untuk mendelegitimasi Pemilu 2019 kini ramai dilancarkan.
Sejumlah lembaga negara seperti Kemendagri, KPU, dan Polri menjadi sasaran dari operasi propaganda tersebut.
Kemendagri misalnya diserang isu penjualan blangko KTP elektronik secara online, ada pula temuan data warga negara asing tabf masuk daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019.
Setelah itu, muncul isu ada 70 ribu surat suara yang sudah tercoblos 01.
Namun, kabar itu dinyatakan bohong.
KPU bahkan sudah melaporkan peristiwa ini ke Mabes Polri.
Terbaru adalah upaya delegitimasi yang menyerang Polri.
Media sosial diramaikan oleh informasi bahwa Polri tidak netral dalam Pilpres 2019.
Akun Twitter @Opposite6890 menuding Polri memiliki pasukan buzzer yang mendukung upaya pemenangan Presiden Joko Widodo sebagai calon presiden petahana. Isu itu pun langsung dibantah. Polri menyebut akun tersebut sengaja melakukan propaganda untuk mendelegitimasi Pemilu 2019.
Ujang menjelaskan, pemilu sudah memiliki aturan main dan seluruh penyelenggra Pemilu (KPU, Bawaslu, dan DKPP) akan bekerja sesuai rules of the game.
“Mereka akan mengikuti perintah undang-undang,” tegasnya.
“Tidak elok terus menyalahkan penyelenggara Pemilu. Toh jika ada sesuatu yang salah dari KPU maupun Bawaslu, mari kita kontrol bersama,” katanya.
Kata Ujang, tidak mungkin penyelenggara Pemilu maupun instansi-insansi pendukungnya main-main dalam bekerja, apalagi condong ke pasangan calon tertentu.
Sumber : Tribunnews.com