JAKARTA, – Dua kali maju sebagai calon anggota legislatif, dua kali pula Tubagus Ace Hasan Syadzily gagal lolos langsung ke Senayan. Namun, ia tak kapok. Untuk kali ketiga, Ace kembali menjajal sengitnya pertarungan memperebutkan kursi DPR RI untuk periode 2019-2024. Modal kampanye pun diperbesar untuk memuluskan langkahnya menjadi wakil rakyat.
Ace Hasan sudah tertarik pada dunia politik sejak menempuh pendidikan Strata Satu (S1) di Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 1994. “Saya sejak mahasiswa jadi aktivis. Pernah jadi presiden BEM UIN Jakarta 1998-2000,” kata Ace kepada Kompas.com, Senin (18/4/2019).
Setelah lulus dari UIN Ciputat, Ace melanjutkan pendidikan S2 bidang Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia. Kegiatannya saat itu yang banyak meneliti mengenai politik pasca reformasi justru makin membuatnya tercebur ke dunia politik.
Dua kali gagal
Ace mengikuti jejak ayahnya dan resmi bergabung dengan Partai Golkar pada 2004. Lima tahun aktif di partai beringin, Ace pun mendapatkan tiket untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Ia maju di daerah pemilihan Banten I, yang merupakan tanah kelahirannya. Namun ia gagal lolos ke senayan. Meski begitu pada 2013 ia akhirnya bisa merasakan menjadi wakil rakyat. Ace dilantik sebagai anggota Pengganti Antar Waktu (PAW). Ia menggantikan Mamat Rahayu Abdullah yang pindah partai. Di DPR, Ace duduk sebagai Anggota Komisi VIII yang membidangi Agama dan Sosial.
Setahun berselang, Ace dengan statusnya sebagai petahana kembali mencalonkan diri lewat Dapil Banten I meliputi Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang. “Namun saya masih belum beruntung,” kata Ace. Ace lagi-lagi gagal lolos ke Senayan.
Kendati demikian, pada 2016 keberuntungan kembali menghampirinya. Ace kembali melenggang ke Senayan. Kali ini ia dilantik menjadi anggota Pengganti Antar Waktu (PAW) Andika Hazrumi yang terpilih menjadi wakil gubernur Banten. Pada periode keduanya ini, Ace ditugaskan menjadi Anggota Komisi II yang membidangi politik dalam negeri dan pemerintahan.
Tak kapok
Meski dua kali gagal lolos langsung ke Senayan, namun Ace Hasan tidak kapok untuk mencalonkan diri kembali. Kali ini Ace menjajal dapil yang berbeda, yakni Jabar II yang meliputi Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat.
Bahkan, kali ini Ace menyiapkan modal kampanye lebih besar agar jalannya menuju senayan lebih mulus. “Sejauh ini dana yang sudah dihabiskan hampir Rp 800 jutaan. Saya sih sudah menyiapkan Rp 1,2- 1,5 miliar,” ucap Ace. Ace mengatakan, dana itu berasal dari kantong pribadinya. Ada sumbangan yang datang dari beberapa orang namun jumlahnya tidak banyak.
Dana itu lebih banyak ia gunakan untuk membiayai mobilitas relawannya. Setelah urusan relawan beres, baru lah sisa dana kampanye ia gunakan untuk mencetak alat peraga kampanye seperti banner dan spanduk. Ketua DPP Partai Golkar ini memang lebih banyak mengandalkan jaringan relawannya. “Relawan ni tersebar di 48 kecamatan, dan rata-rata ada 30 relawan di setiap kecamatan. Mereka ini kita siapkan semacam biaya transport. Mereka ini lah yang bergerak,” kata Ace. Ace Hasan percaya kampanye door to door akan lebih efektif ketimbang kampanye dengan spanduk dan baliho. Selain oleh relawan, kampanye dari pintu ke pintu ini tentunya juga dilakukan oleh Ace sendiri. “Saya sudah mengunjungi 550 titik selama 6 bulan,” kata Ace. Tiga bulan lalu, Ace mengunjungi dapilnya saat akhir pekan saja. Namun menjelang 17 April, kini ia setiap hari berada di dapil dan berkeliling menyapa masyarakat. Politik uang Kendati demikian, Ace mengakui kampanye door to door memiliki tantangan sendiri, apalagi dapilnya di Jabar II cukup luas dengan total 3 juta pemilih. Belum lagi sikap pemilih yang masih permisif pada politik transaksional. Banyak masyarakat yang masih mengharapkan hadiah berupa uang atau barang. Bahkan ada juga yang mengajukan proposal untuk membangun fasilitas di lingkungannya. “Kalau mau kita penuhi berapa uang yang harus kita keluarkan,” kata Ace yang juga berprofesi sebagai dosen ini. Menjawab permintaan-permintaan itu, Ace hanya menjelaskan dengan halus bahwa politik uang adalah hal yang dilarang dalam kampanye. Ia pun lantas menawarkan program-programnya ke konstituen.
“Kita tak bisa menghindari persaingan di dapil itu diwarnai kecendrungan politik uang yang sangat kuat. Saya jawab dengan halus tindakan itu menyalahi aturan,” ujarnya. Ace sendiri tidak yakin apakah cara persuasif yang dilakukannya tanpa politik uang ini bisa ampuh meyakinkan pemilih. Pada akhirnya, ia hanya bisa pasrah sambil tetap berharap.
“Kalau Bapak mau dukung saya alhamdulilah, kalau tidak ya enggak apa-apa,” kata dia menirukan ucapannya kepada warga. Ace berharap kedepannya dapil bisa dipersempit agar biaya kampanye bisa ditekan. Selain itu, menurut dia perlu dirumuskan lagi apakah sistem proporsional terbuka yang ada saat ini tepat. “Kalau kondisinya begini membuat kita serba tanggung. Di internal parpol, antara caleg terjadi persaingan. Belum lagi bicara persaingan dengan eksternal,” ujar dia.
Sumber : Kompas.com