SOREANG – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Dr. Tb. H. Ace Hasan Syadzily, M.SI memberikan advokasi & desiminasi dalam rangka sinergitas kebijakan perlindungan khusus anak di Hotel Sutan Raja Cafe, Soreang, Minggu (17/10/2021). Dalam acara “Ngawangkong Sareng Pak Dewan” itu ia menjelaskan, problematika perempuan dan anak di Jabar.
Hal pertama, katanya, selama pandemi, jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) meningkat. Istri dan anak perempuan umumnya menjadi korban.
Hal kedua, ujarnya lebih lanjut, anak (siswa) merasa mendapat tekanan dari orang tua. “Secara psikis, anak merasa cepat bosan dan ada potensi loss learning,” katanya.
Hal ketiga, kata legislator asal Dapil 2 Kab. Bandung dan Kab. Bandung Barat (KBB) ini, anak merasa mendapat gangguan dari saudara ( baik adik maupun kakak), bahkan saling berebut smartphone.
Hal keempat, ungkapnya, perempuan dan anak saat ini masih menjadi kelompok masyarakat yang tertinggal di berbagai aspek pembangunan, dan hal terakhir jumlah perkawinan usia anak di Jabar selama 2020 terdapat sebanyak 9.821 perkawinan.
Dalam peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Anak yakni, Undang-undang Dasar 1945, Pasal 28B ayat (1) dan Pasal 34 Ayat (1) menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, serta fakir miskin dan anak anak terlantar dipelihara oleh negara. Undang-undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-undang nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Aturan itu menyebutkan bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan, pelibatan serta peperangan dan kejahatan seksual,” paparnya.
Kewajiban negara terhadap anak, kata Ace, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan hak anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mental.
“Negara berkewajiban juga untuk memenuhi, melindungi, dan menghormati hak anak. Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan perlindungan anak. Pemerintah daerah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mendukung kebijakan nasional dalam penyelenggaraan perlindungan anak di daerah. Pemerintah daerah juga harus berupaya membangun kabupaten/kota layak anak,” tandasnya.
Kewajiban orang tua kepada anaknya, ungkap Ace lebih lanjut, yakni mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak, menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya, mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak, dan memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.
Bagaimana jika anak tidak diketahui keberadaan orang tua atau orang tua tidak mampu melaksanakan tugasnya sebagai orang tua?
Anak tersebut, kata Ace Hasan, dapat beralih kepada keluarga, atau dapat menunjuk wali dari anak yang bersangkutan, yang dilaksanakan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Anggaran Negara
Untuk perlindungan anak, kata Ace Hasan, pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan dana penyelenggaraan perlindungan anak. Pendanaan penyelenggarsan perlindungan anak tersebut bersumber dari Anggaran Pendapat dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat.
Anggaran tersebut, katanya, antara lain Anggaran Kementerian PPPA tahun 2021 (setelah mengalami beberapa kali refocusing) adalah sebesar Rp. 205.595.589.000. Untuk program kesetaraan gender, perlindungan perempuan dan anak mendapat anggaran sebesar Rp. 75.760.490.000.
Anggaran untuk Kementerian PPPA tahun 2022 sebesar Rp. 252.693.956. Untuk program kesetaraan gender, perlindungan perempuan dan anak mendapat anggaran sebesar Rp. 95.891.865.000.
“Untuk di Jabar, berdasarkan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Provinsi Jabar tahun 2019, anggaran untuk pengarusutamaan gender dan perlindungan anak sebesar Rp. 33.259.055.831. Tetapi direalisadikan sebesar Rp. 30.557.127.315 (91.88%), ” ujarnya.
Anggaran tersebut, ujarnya Ace Hasan, antara lain until perlindungan khusus anak dalam kondisi dan situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas, anak yang dieksploitasi secara ekonomi atau seksual, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, anak menjadi korban pornografi, anak korban penculikan, anak korban kekerasan fisik, anak korban kekerasan fisik dan psikis, anak korban kejahatan seksual, anak korban jaringan terorisme, anak penyandang disabilitas, anak korban perlakuan salah dan penelataran, anak degan perilaku sosial menyimpang, dan anak yang menjadi korban stigmatisasi dan pelabelan terkait kondisi orang tuanya.
Sumber : Visinews.com