JAKARTA, – Wakil Ketua Komisi VIII DPR sekaligus anggota panitia khusus (pansus) hak angket haji 2024 Ace Hasan Syadzily menyentil Kementerian Agama (Kemenag) yang terkesan mewajarkan jemaah haji asal Indonesia yang tidur berdesak-desakan di tenda. Bahkan, Kemenag menyebut dari zaman nabi pun, jemaah haji sudah tidur seperti itu. “Saya kira jawaban yang tidak bijak. Harusnya Kementerian Agama berusaha memastikan agar pelayanan jemaah haji di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, Mina), terutama di Mina, terus mengalami perbaikan,” ujar Ace saat dimintai konfirmasi Kompas.com, Senin (15/7/2024). Ace menjelaskan, dirinya sudah menyaksikan langsung, di mana beberapa tenda yang diperuntukkan bagi jemaah negara lain tidak crowded seperti tenda milik jemaah haji reguler RI.
Dia memberi contoh tenda untuk jemaah haji Korea Selatan (Korsel) jauh lebih bagus.
“Di media sosial banyak beredar suasana tenda di Mina untuk negara, salah satunya Korea Selatan, yang jauh lebih bagus, walaupun jumlah jemaah mereka lebih sedikit,” tuturnya. “Seharusnya Kementerian Agama harus berupaya semaksimal mungkin agar pelayanan di tenda Mina menjadi lebih baik,” imbuh Ace.
Sebelumnya, Dirjen Penyelenggara Ibadah Haji dan Umroh (PHU) Hilman Latief mengatakan, tenda sempit untuk jemaah haji Indonesia sudah lumrah terjadi dari masa ke masa. Khususnya, tenda yang digunakan jemaah haji untuk bermalam di Mina dan Arafah. Hilman mengatakan, kepadatan memang tak bisa dihindari karena haji dihadiri oleh jemaah dari seluruh dunia. “Mau jemaah dari mana pun di situ pasti padat orang. Tidurnya katanya berjejer kayak ikan, dari zaman nabi juga seperti itu,” ujar Hilman saat temu media di Aryaduta Hotel, Jakarta Pusat, Senin (15/7/2024). “Jadi berjejer namanya tinggal di tenda Pak, jadi berjejer seperti itu,” sambung Hilman. Baca juga: Soal
Dia menjelaskan, jemaah Indonesia hanya mendapat ukuran 82 sentimeter per kavling untuk tempat tidur. Itu pun harus berkurang setelah Indonesia mendapat kuota tambahan 10.000 jemaah reguler sehingga kepadatan di tenda semakin terasa. “Nah, ini yang kemudian kita simulasikan bagaimana agar nanti ke depan kepadatan itu lebih bisa diatasi. Kalau padatnya tidak bisa, pasti padat, kecuali masalah kuota berkurang,” ujarnya.
Sumber: Kompas.com