Oleh Ace Hasan Syadzily
Gubernur Lemhannas RI
Di tengah persaingan antar negara yang saat ini menyebabkan kondisi geopolitik
tidak sedang baik-baik saja, mengharuskan kita untuk membangkitkan kembali
kesadaran yang sangat penting, yaitu kesadaran geopolitik. Bahwa kita hidup
dalam persaingan antar negara yang menuntut kita memperkuat ketahanan
nasional kita. Saat ini, kecenderungan global mengarah pada persaingan dan
pertarungan antar negara yang semakin tinggi.
Kecenderungan ini semakin menguat karena dipicu terutama kebijakan
Pemerintah Presiden Donald Trump tentang tariff yang diterapkan kepada setiap
negara yang menjadi mitra dagangnya. Kebijakan Presiden Trump ini tidak
hanya berlaku pada negara adidaya lain, seperti Cina maupun Rusia, tetapi juga
kepada negara-negara yang selama ini menjadi sekutunya, termasuk Indonesia.
Sebelumnya, konflik antar negara terjadi di berbagai kawasan masih terjadi. Di
Eropa, perang Rusia-Ukraina masih belum ada tanda-tanda mereda. Ketegangan
di kawasan Timur Tengah, terutama Israel-Palestina, serta ketegangan
diplomatik di Lebanon dan Suriah, masih mewarnai stabilitas kawasan di daerah
yang rawan konflik. Di kawasan Asia Pasifik menghadapi tantangan geopolitik
besar dengan penguatan militer dan teknologi China, Korea Selatan dan Korea
Utara. Termasuk juga di kawasan Asia Tenggara, terutama di Myanmar dan
konflik perbatasan Thailand-Kamboja masih menjadi pemicu ketegangan di
kawasan ini.
Situasi ini akan mempengaruhi terhadap lingkungan strategis negara kita.
Kondisi ini berperan besar dalam membentuk arah dan stabilitas ekonomi
global, karena hubungan antarnegara tidak hanya dipengaruhi oleh perdagangan
dan teknologi, tetapi juga oleh kepentingan politik, keamanan, dan wilayah.
Ketegangan geopolitik seperti perang, sanksi ekonomi, atau konflik wilayah
dapat menyebabkan ketidakstabilan pasar global, kenaikan harga energi dan
bahan pangan, serta gangguan rantai pasok internasional.
Oleh karena itu, dalam situasi tersebut, kita dituntut untuk memastikan dua hal.
Pertama, pemerintah diharapkan dapat memainkan peran strategis di tengah
situasi global tersebut. Berbagai langkah diplomasi untuk menjaga agar stabilitas
keamanan dunia harus dilakukan untuk mendorong perdamaian dan ketertiban
dunia.
Kedua, kita dituntut untuk membuat kebijakan yang tepat di tengah dinamika
global tersebut untuk kepentingan nasional dalam negeri kita. Misalnya, konflik
di Timur Tengah dapat menaikkan harga minyak dunia. Tentu dampaknya akan
dirasakan bagi stabilitas harga energi di dalam negeri, terutama BBM, yang
merupakan kebutuhan mendasar bagi jalannya perekonomian kita. Demikian
juga dengan perang di Eropa Timur akan mempengaruhi terhadap pasokan
pangan dan energi ke berbagai negara, termasuk negara kita.
Bagi kita sebagai warga negara, pemahaman soal geopolitik bukan saja harus
dimiliki para pemangku kebijakan di tingkat nasional, namun harus dimiliki
seluruh warga negara agar kita dapat menempatkan diri dalam konteks situasi
yang penuh dengan ketidakpastian global ini.
Secara sederhana, kesadaran geopolitik adalah pemahaman dan kepekaan suatu
bangsa atau individu terhadap kondisi geografis, politik, ekonomi, sosial, dan
strategis dari wilayahnya sendiri serta lingkungan global yang memengaruhi
keberlangsungan hidup dan kepentingan nasionalnya. Kesadaran geopolitik
berarti menyadari posisi strategis suatu negara di peta dunia serta bagaimana
posisi itu memengaruhi dan dipengaruhi oleh kekuatan global.
Jika kita menelisik dalam sejarah bangsa kita, Indonesia akan selalu menjadi
wilayah geografi bangsa yang menjadi ajang perebutan pengaruh kekuatan
dunia. Selain bahwa kita berada pada posisi strategis di antara dua benua dan
merupakan jalur perdagangan internasional, alam kita dianugerahi Tuhan Yang
Mahakuasa kekayaan yang melimpah. Perebutan pengaruh kekuatan dunia
terhadap Indonesia untuk menjadi bagian dari aliansi kepentingan negara
adidaya, mengharuskan kita harus memiliki keputusan strategis yang tepat
dalam pusaran persaingan geopolitik itu.
Politik luar negeri kita secara tegas menyatakan bahwa kita menganut politik
luar negeri bebas aktif. Kebijakan dan sikap bangsa Indonesia dalam menjalin
hubungan dengan negara lain, yang menganut politik bebas aktif ini, diabdikan
untuk mencapai kepentingan nasional. Bebas artinya bahwa kita menentukan
sikap terhadap berbagai masalah internasional tanpa terikat pada kekuatan
mana pun, dan aktif berperan dalam menciptakan perdamaian dunia.
Dengan paradigma politik luar negeri Indonesia ini ditujukan guna menjaga
kedaulatan negara, memperkuat kerja sama internasional, memperjuangkan
perdamaian dunia, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dengan politik luar
negeri bebas aktif, Indonesia berusaha menjadi negara yang mandiri, bersahabat,
dan berpengaruh positif di kancah global.
Dengan kebijakan luar negeri ini, kita memiliki keleluasaan untuk menentukan
kebijakan politik negara tanpa terikat dengan pakta pertahanan dan aliansi
negara-negara tertentu. Kita bebas menentukan arah kebijakan luar negeri yang
ditujukan untuk mencapai kepentingan nasional kita.
Bagi kita sebagai warga negara, kesadaran geopolitik itu semakin menemukan
relevansinya di tengah dinamika sistem global dan kemajuan teknologi informasi
yang sangat cepat. Batas-batas geografis fisik semakin tidak relevan ketika saat
ini, dunia semakin tanpa batas karena interaksi antara manusia terhubung
dalam interaksi dan konektivitas teknologi yang semakin pesat dan maju.
Dunia ada dalam satu genggaman. Teknologi komunikasi dan informasi telah
mengubah cara kita untuk berinteraksi dengan dunia, memungkinkan
pertukaran informasi secara cepat dan mengglobal, serta memicu perubahan
dalam ekonomi dan tatanan sosial. Semakin menipisnya batas antara dunia nyata
dan dunia maya menciptakan tantangan dan peluang baru yang mempengaruhi
geopolitik, ekonomi dan hubungan sosial dalam skala global.
Manusia semakin mengglobal. Sekat-sekat geografis secara maya sudah tidak ada
lagi. Interaksi dan konektivitas yang tanpa batas, dengan kemajuan teknologi
informasi, perlahan-lahan akan menggeser identitas negara-bangsa menjadi
warga dunia. Dalam situasi itu, bukan saja negara yang kuat akan mendominasi
secara politik dan kekuasaan terhadap negara lainnya, lebih dari itu hegemoni
dalam berbagai bentuknya akan menjadi pertarungan nilai. Pertarungan nilai
saat ini sudah menjadi bagian dari persaingan antar peradaban dunia, termasuk
identitas kebangsaan kita.
Jika kesadaran geopolitik tidak dimiliki kita sebagai warga negara Indonesia,
maka kita dengan mudah menjadi bagian warga dunia yang bersikap pragmatis,
menurunnya rasa nasionalisme dan kecintaan terhadap tanah air, serta terbawa
arus utama hegemoni besar kekuatan yang dominan. Kita tidak akan menjadi
warga negara yang tangguh dan menjadi mudah menyerah terhadap situasi yang
dihadapi bangsa kita.
Dengan kesadaran geopolitik atas eksistensi kebangsaan kita, warga negara akan
menjadi pengguna media sosial atau netizen yang cerdas. Kita akan memiliki
kewaspadaan terhadap berbagai isu yang menjadi agenda kepentingan kekuatan
lain yang ingin melemahkan rasa kebangsaan kita. Kita harus dapat memilah,
mencerna dan memilih mana isu-isu yang produktif bagi bangsa kita. Kita tidak
boleh menjadi bagian dari proxy kepentingan dan agenda kekuatan asing untuk
melemahkan kita. Kita harus menjadi warga dunia maya atau nitizen yang
memperkuat literasi digital kita.
Kesadaran geopolitik ini harus terus ditanamkan agar kita menyadari bahwa
persaingan antar negara saat ini bukan saja hanya pertarungan fisik berupa
kekuatan pertahanan negara. Kemampuan negara untuk menunjukan kekuatan
pertahanan negara itu penting. Tapi hal itu tidak cukup.
Di era sibernetik ini, persaingan dan pertarungan antar negara menggunakan
kekuatan teknologi informasi sebagai instrumen untuk saling
mendominasi. Diseminasi untuk membangun nilai arus besar untuk
mendominasi nilai dengan menggunakan teknologi informasi dan penggunaan
kecerdasan buatan (AI) sudah menjadi bagian dari persaingan antar negara,
terutama negara-negara adidaya.
Kita masih dikenal sebagai pengguna media sosial terbanyak di dunia, namun
belum menjadi pengguna media sosial yang bijak dan cerdas. Setidaknya, kita
dituntut untuk dapat menjadi pengguna yang teknologi informasi yang
proporsional dan tepat guna, bukan merusak kohesi sosial dan kebangsaan kita.
Di sinilah pentingnya kita memiliki kesadaran geopolitik.
Kesadaran geopolitik menjadi dasar dalam membangun ketahanan nasional,
karena dari pemahaman terhadap posisi dan potensi negara itulah strategi
pertahanan, politik, ekonomi, serta sosial budaya dapat dirancang secara
menyeluruh. Dengan demikian, semakin tinggi kesadaran geopolitik suatu
bangsa, semakin kuat pula ketahanan nasionalnya dalam menjaga keutuhan dan
kedaulatan negara.
























