VIVA.co.id – Fraksi Golkar ikut menerima diundangkannya UU Ormas tanpa syarat revisi. Saat ini, desakan revisi UU mulai menguat, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, TB Ace Hasan Syadzily, mengatakan siap menerima masukan masyarakat.
“Kemarin posisi kami Fraksi Golkar tak dalam posisi lakukan revisi karena Perppu pilihannya cuma dua, ditolak atau diterima. Sebagai pendukung pemerintah kami harus menerima,” kata Ace saat dihubungi VIVA.co.id, Kamis, 26 Oktober 2017.
Ia menjelaskan karena saat ini UU Ormas telah diundangkan maka konsekuensinya Golkar harus mendengarkan masukan dari masyarakat. Sebab, memang ada keinginan dari masyarakat untuk melakukan revisi terhadap UU Ormas.
“Prinsipnya fraksi Golkar sangat terbuka untuk menerima masukan dari masyarakat terkait revisi tersebut. Tapi prinsip dasarnya Pancasila tetap menjadi landasan dari semua organisasi kemasyarakatan,” kata Ace.
Ia pun menjabarkan sejumlah poin-poin yang menjadi usulan pribadinya dalam revisi UU Ormas. Pertama, ia menekankan pentingnya proses penegakan hukum. Menurutnya, perlu dipertimbangkan batas waktu terhadap proses peradilan saat akan membubarkan ormas.
“Kalau proses kemarin waktunya terlalu lama, pada saat yang sangat genting pemerintah bisa mencabut izin operasional sebuah organisasi dengan batas waktu yang ditentukan,” kata Ace.
Ia mencontohkan misalnya proses peradilan tetap dilakukan tapi dibatasi waktunya dengan limit 30 sampai 40 hari. Sehingga seperti peradilan dalam sengketa pilkada.
“Ya pembatasannya 40 harilah, 30-40 hari kerja. Tapi sebelum masuk proses pengadilan tetap harus pembinaan dengan peringatan pertama dan kedua, baru dibawa dalam proses pengadilan,” kata Ace.
Kedua ia menyebutkan sanksi. Menurutnya, tak bisa karena ada kebijakan organisasi, lalu semua anggota organisasi dianggap bersalah. Sebab kalau sebuah organisasi memiliki proses yanng demokratis proses, maka pengambilan keputusan bersifat demokratis bisa diambil bersama.
“Tapi kalau organisasinya tak demokratis, orang ikut-ikutan kan bisa saja, itu jadi konsen kita. Kita harus kedepankan HAM. Lalu pembinaan dan pendekatan secara persuasif terhadap organisasi yang akan dicabut izinnya, harus dikedepankan. Soal sanksi, sanksi lebih diutamakan bersifat edukatif dan persuasif. Saya kira poin itu harus dipikirkan, direvisi,” kata Ace.
Ia menjelaskan secara teknis, ormas bersangkutan jangan langsung dibubarkan tapi lebih dulu diberi peringatan dan diajak bicara. Misalnya pada peringatan pertama diberikan waktu 7 hari. Jika pada peringatan kedua masih bersikap sama maka diberikan lagi peringatan ketiga.
“Kalau pada peringatan ketiga dia tetap begitu harus diserahkan pada mekanisme pengadilan dengan batas waktu yang ditentukan. Pengadilan juga bisa dibatasi waktunya. Ini pandangan pribadi saya. Ini salah satu di antara pendekatan kita harus persuasif pada ormas-ormas itu, tapi yang prinsip semua ormas tak boleh bertentangan dengan Pancasila, itu harga mati buat Golkar,” kata Ace.
Terakhir, ia menambahkan soal hukuman harus disesuaikan dengan KUHP. “Saya tak tahu konteks hukumnya kenapa harus 5-20 tahun tapi seharusnya dikembalikan pada mekanisme hukum yang ada di KUHP,” kata Ace.