Pada hari Selasa, tanggal 3 September 2019 akan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI tentang UU tentang Pekerja Sosial. Sebelumnya, pada tanggal 29 Agustus 2019, Komisi VIII DPR RI telah melakukan pembicaraan Tingkat I atas RUU tentang Pekerja Sosial. Rapat kerja didahului oleh pandangan mini fraksi-fraksi yang ada di Komisi VIII DPR RI, yang pada intinya seluruh fraksi menyepakati untuk melanjutkan pembahasan RUU tentang Pekerja Sosial untuk dibawa ke Pembicaraan tingkat II guna pengambilan keputusan di Paripurna DPR RI.
Saat ini Indonesia dihadapkan pada masalah-masalah sosial yang cukup kompleks. Tingginya kejadian bencana alam yang mengakibatkan banyaknya korban bencana alam tidak tertangani dengan maksimal. Selain itu, tingginya korban penyalahgunaan NAPZA, meningkatnya angka kekerasan terhadap anak, tingginya angka anak terlantar hingga anak yang berhadapan dengan hukum, membuat perlunya penanganan Pemerlu Penanganan Kesejahteraan Sosial (PPKS) melalui sumber daya manusia yang profesional.
Urgensi dari lahirnya RUU tentang Pekerja Sosial ini adalah untuk menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki latar belakang pengetahuan, keterampilan teknis dan kerangka nilai yang berkenaan dengan tugas di bidang kesejahteraan sosial.
Selain itu, dikarenakan saat ini belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pekerja Sosial yang diperlukan sebagai pedoman formal (legalitas) bagi Pekerja Sosial dalam melaksanakan praktiknya di Indonesia. Selain itu, Pekerja Sosial sebagai salah satu komponen utama penyelenggara kesejahteraan sosial kepada masyarakat mempunyai peranan penting sehingga perlu mendapatkan pelindungan dan kepastian hukum.
RUU tentang Pekerja Sosial mengatur mengenai pertama, Praktik Pekerjaan Sosial yang merupakan cakupan kegiatan Praktik Pekerjaan Sosial dan bentuk kegiatan yang dapat dilakukan; kedua, standar Praktik Pekerjaan Sosial yang berisi standar yang harus dipenuhi dalam melakukan pelayanan Praktik Pekerjaan Sosial dan standar tersebut ditentukan oleh Menteri;
Ketiga, Pendidikan Profesi Pekerja Sosial yang mengatur kompetensi seseorang untuk menjadi Pekerja Sosial sehingga memiliki kompetensi untuk melakukan Praktik Pekerjaan Sosial; keempat, Registrasi dan izin praktik yang mengatur mengenai kewajiban memiliki STR dan SIPPS, Pekerja Sosial lulusan luar negeri, dan Pekerja Sosial warga negara asing; kelima, hak dan kewajiban Pekerja Sosial; keenam, Organisasi Pekerja Sosial sebagai wadah aspirasi Pekerja Sosial;
Ketujuh, Dewan Kerhormatan Kode Etik yang dibentuk oleh Organisasi Pekerja Sosial; kedelapan, tugas dan wewenang Pemerintah Pusat yang bertujuan untuk menjamin mutu dan pelindungan masyarakat penerima layanan Praktik Pekerjaan Sosial; kesembilan, peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan Praktik Pekerjaan Sosial.
Dengan disahkannya RUU tentang Pekerja Sosial, DPR berharap pemerintah dalam jangka waktu paling lambat 5 tahun sejak RUU ini diundangkan untuk menyediakan sarana prasarana serta dukungan anggaran untuk berdirinya Pendidikan Profesi Pekerja Sosial di sejumlah perguruan tinggi.
RUU tentang Pekerja Sosial akan segera diajukan untuk disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI masa Persidangan I Tahun Sidang 2019-2020.
Sebagai Ketua Panja RUU tentang Pekerja Sosial tentu saya sangat bersyukur atas tuntasnya penyelesaian RUU ini. RUU Pekerja Sosial sangat ditunggu masyarakat dan sekaligus menjadi momentum strategis 74 Tahun Indonesia Merdeka. RUU ini merupakan tonggak sejarah baru bagi bangsa dan masyarakat Indonesia pada umumnya. RUU ini juga menjadi payung hukum bagi perlindungan dan kepastian hukum para pekerja sosial dan jaminan rasa keadilan dan pelayanan sosial bagi masyarakat untuk meningkatkan keberfungsian sosial dan kesejahteraan sosial.