Dalam nalar politik dikenal istilah political engineering, yakni rekayasa politik yang menggunakan metode tertentu oleh lembaga dan atau perorangan untuk menggiring pemilih pada satu target politik. Rekayasa politik ditempuh dengan beragam cara, salah satunya menggunakan buku untuk masuk ke top of mind para pemilih.
Pikiran pertama pemilih akan diajak pada satu target politik dengan narasi-narasi memikat dan pesan visual yang atraktif. Pemilih satu sisi mendapat edukasi prihal kepentingan terdekat bagi dirinya dari target politik tersebut dan pada sisi lain akan memberikan kritik pada lembaga dan atau perorangan yang melakukan rekayasa politik itu.
Inilah yang dapat kita baca dalam buku ini; dari cover, pengantar tokoh, daftar isi, narasi isi buku sampai closing statemen. Semuanya diaddreskan pada kualitas penerimaan pemilih pada sosok yang diangkat, yakni TB Ace Hasan Syadzily, seorang politisi muda Golkar yang pada Pemilu 2019 mencalonkan diri sebagai Anggota DPR RI di Jawa Barat.
Kita bisa tengok sambutan Ketua Umum DPP Golkar Airlangga Hartarto yang memberikan apresiasi mendalam pada sosok Kang Ace, demikian ia biasa disapa, yang berani melakukan rekayasa politik dengan sebuah buku. “Tidak banyak politisi Indonesia yang menyongsong sebuah pemilu dengan menyodorkan penerbitan sebuah buku. Hal ini merupakan “tradisi” langka yang perlu terus didorong agar kaum politisi kita semakin berisi dan dekat dunia intelektualisme”.
Sangat jelas terbaca bahwa cita rasa seorang intelektual menjadi kunci yang bisa membuka pikiran pemilih dalam bilik suara. Bagi Airlangga, bukan hanya menguntungkan Partai Golkar, lebih dari itu juga memperkaya tradisi perdebatan publik dalam demokrasi Indonesia.
Sementara Prof. Ginandjar Kartasasmita memberikan catatan tentang pentingnya hak pemilih terkait wakilnya di parlemen. “Buku ini merupakan ikhtiar Ace sebagai calon Anggota DPR RI untuk menunjukkkan kepada masyarakat siapa dirinya. Masyarakat punya hak untuk tahu rekam jejak dan pemikiran politik sosok yang akan mewakilinya di tingkat nasionl…”
Selanjutnya Anda akan disuguhkan perjalanan politik Kang Ace dari kecil di kampung Jaha Desa Sukamaju Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang. Anak dari seorang ulama besar bernama K.H. TB. Rafe’i Ali (almarhum), pengasuh Pesantren Annizhomiyyah. Ayah Kang Ace adalah ulama pejuang sekaligus politisi Golkar yang pernah menjabat Ketua Majlis Dakwah Islamiyyah (MDI) DPD Golkar Pandeglang.
Tetesannya ada dalam diri Kang Ace ketika selepas kuliah menceburkan diri ke Patai Golkar hingga menduduki tiga kali menjadi Anggota DPR RI. Air tidak jatuh jauh dari pancurannya, bahwa pilihan karier politik mengikuti garis perjuangan sang ayah. Dalam model lain kita lihat Airlangga Hartarto dan Agus Gumiwang Kartasasmita yang berkarier di Golkar mengikuti jejak sang ayah.
Di lingkungan Pesantren Annizhomiyyah inilah, Kang Ace mengukir jejak kecilnya, dengan melahap kitab-kitab nawhu, sharaf, kitab-kitab fikih, dan tasauf yang menjadi pelajaran dan bacaan sehari-hari. “Terutama kitab nahwu dan sharaf, sudah hafal di luar kepala. Ayah dan ibunya adalah guru awal kehidupan… darah santri pun mengalir deras ke dalam dirinya”.
Kang Ace terus mesantren di Jawa Barat dan Jawa Tengah sampai pendidikan SLTA, yang mengantarkan dirinya masuk ke gerbang “pengkaderan” di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (sekarang UIN Jakarta). Kuliah di UIN Jakarta sambil menyelami tradisi intelektualisme dan aktivisme, melakoni dunia LSM, meraih gelar Antripologi dari UI, doktor dalam Ilmu Pemerintahan dari UNPAD.
Anda akan kecewa jika berharap ini biografi Kang Ace. Ini hanya semacam mozaik perjalanan yang belum selesai, mengisahkan separuh perjalanan hidup Kang Ace yang masih muda yang jalan hidupnya masih panjang.
Penulisnya Deden Ridwan, mengibaratkan ini adalah cerita yang terlihat dan terdengar dengan dialog dengan Kang Ace. “Buku ini hadir … berusaha ditulis secara naratif-reflektif, gaya obrolan, dan keluar dari hati.” Buku yang diberi judul “Menapak Jalan Politik, Jejak Langkah dan Pemikiran Dr. TB. H. Ace Hasan Syadzily, M.Si” itu diterbitkan Reborn Books Jakarta dan dicetak 1 September 2018.
Sangat terasa bagaimana Deden Ridwan berhasil menggali sisi emosional dan human-interest yang terhubung dengan nilai-nilai kehidupan sehari-hari Kang Ace. Deden berharap bisa menggugah dan menginspirasi para pembaca.
Akhirnya sangat terasa getaran rekayasa politik, dengan mengajak rakyat Jabar untuk memilih Kang Ace kala mencalonkan diri sebagai Anggota DPRI. Agus Gumiwang Kartasasmita yang dianggap oleh Kang Ace sebagai kakaknya melukiskan, “Intinya saya mau tegaskan. Ace itu AGK, AGK itu Ace. Muka boleh berbeda, tapi pemikiran, jiwa, komitmen, semua sama. Jadi, milih Ace berarti milih AGK!”
Harapan Menteri Perindustrian ini ternyata terwujud, Kang Ace melenggang ke Senayan dengan menempati posisi sama di tahun sebelumnya sebagai Wakil Ketua Komis VIII. Tentu saja; selamat bekerja dan tetap amanah!
Sumber : Katta.id