Jakarta– Komisi VIII DPR RI menggelar rapat kerja virtual bersama Kementerian Agama dengan agenda pembahasan penyelenggaraan ibadah haji di tengah wabah Covid 19, Senin (11/5/2020). Hadir dari Kemenag, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid. Dalam paparannya, Zainut menyebut bahwa pemerintah telah membuat skenario penyelenggaraan ibadah haji menjadi dua, yaitu pertama dengan pembatasan kuota dan kedua ibadah haji tidak dilaksanakan sama sekali.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily meminta agar diadakan pembicaraan lebih lanjut terhadap dua skenario tersebut.
“Soal ketentuan penyelanggaraan haji, yang asalnya Kemenag membuat tiga skenario kini menjadi dua skenario. Jadi tidak mungkin menurut Kemenag kita akan melaksanakan ibadah haji secara normal. Saya ingin menegaskan bahwa untuk mengatur skenario haji dengan pembatasan dan tidak dilakukan sama sekali, saya mengusulkan dibuat rapat secara khusus dengan Komisi VIII nanti”, ujar Ace
Menurut Ace, penyelenggaraan dengan pembatasan kuota akan berimplikasi pada banya hal, mulai dari tiket, pemendokan, transportasi hingga katering.
“Jika dilakkukan haji dengan pembatasan kuota, menurut saya pasti akan terjadi perhitungan ulang terhadap seluruh proses pembiayaan. Kita kan menghitung kemarin 221.000 jamaah haji. Kalau terjadi pembatasan kuota katakan 110.000, maka konsekuensinya, tiket akan mengalami perubahan”, papar Ace.
“Soal pemodokan, apakah dimungkinkan dalam konteks pembatasan kuota tersebut dengan physical distancing, satu kamar bisa empat orang. Ini harus dipikirkan oleh kita karena tidak mungkin. Itu pasti berdempetan. Apakah dimungkinkan misal, satu kamar hanya untuk dua orang”, lanjut Ace.
Ace menyebut keputusan pembatasan kuota haji harus dilakukan dengan matang dan cermat.
“Itu semua berimplikasi terhadap perhitungan ulang perjalanan pelaksanaan ibadah haji dan anggarannya. Tidak gampang dan mudah bagi kita untuk mengambil keputusan yang cepat. Karena ini menyangkut penggunaan dana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan ibadah haji dengan sistem pembatasan kuota tersebut”, kata Ace.
“Jadi pak Wamen, menurut saya memang mesti ada pembicaraan khusus terkait apabila pelaksanaan ibadah haji dilakukan dengan pembatasan kuota karena ini berimplikasi terhadap pelaksanaan teknis lapangan. Termasuk yang paling mungkin adalah soal pembiayaan dan penganggaran. Tentu itu semua harus disesuaikan dengan anggaran yang kita miliki dan physical distancing protokol kesehatan yang diterapkan pemerintah Arab Saudi”, pungkas Ace.