Pemerintah berencana untuk menerapkan new normal atau tatanan baru di tengah wabah COVID-19. Selain sektor ekonomi, pemerintah juga menyiapkan new normal rumah ibadah dan pesantren.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR, TB Ace Hasan Syadzily, mengingatkan, penerapan kebijakan new normal di pesantren harus dikaji dan dirumuskan secara matang dan hati-hati. Selain karena pesantren merupakan tempat belajar santri 24 jam, interaksi antarsantri yang berasal dari berbagai daerah juga berpotensi menyebarkan virus COVID-19.
“Walaupun potensinya kecil karena pada umumnya santri berada pada usia rata-rata antara 12-25 tahun, usia yang tingkat terjangkitnya sangat rendah. Tetapi sebagai bentuk kehati-hatian, sebaiknya pemberlakuan new normal di pesantren harus ketat,” kata Ace kepada kumparan, Kamis (28/5).
Untuk itu, menurut Ace, proses pembelajaran di pesantren sama halnya dengan lembaga pendidikan lainnya, harus adaptasi atau menyesuaikan dengan protokol COVID-19. Sebelum melakukan new normal di lingkungan pesantren, kata Ace, Gugus Tugas Covid 19 harus memetakan terlebih dahulu zona daerah dengan tingkat penyebaran COVID-19 ini.
“Bagi pesantren yang berada di daerah yang tingkat persebaran virusnya tidak terkendali, sebaiknya new normal di pesantren yang terletak di daerah tersebut, jangan dulu diterapkan,” ujar politikus Golkar ini.
Selain itu, lanjut Ace, sebelum masuk ke pesantren, sebaiknya setiap santri yang akan kembali ke pesantren harus dipastikan agar mereka betul-betul telah melakukan tes corona. Jika negatif, tentu diperbolehkan. Jika positif COVID-19, sebaiknya harus segera dilakukan isolasi di rumah sakit hingga sembuh total.
“Pertanyaannya, dari mana pembiayaan tes COVID-19 itu? Saya kira pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama harus membantu menyediakan anggaran untuk persediaan test COVID-19. Jika tidak, jangan sampai menjadi beban bagi orang tua santri untuk keperluan tersebut,” tutup Ace.
Sumber : Kumparan.com