Jakarta- Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily meminta pemerintah memberikan perhatian lebih kepada anak-anak di masa Covid 19. hal itu disampaikan saat menjadi narasumber pada acara Dialog Dengar Suara Anak episode 6 dengan tema “Anak-Anak yang Tinggal di Daerah Rawan Bencana dan Terdampak Bencana Pada Situasi Pandemi Covid 19”. Dialog ini digelar dalam rangka memperingati Hari Kemanusiaan Sedunia atau World Humanitarian Day 2020, Rabu (19/8/2020).
“Kami selalu mendorong kepada kementerian terkait terutama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak agar memiliki konsen yang serius terhadap anak-anak di tengah pandemi Covid 19”, ujar Ace.
Pada acara dialog itu, Ace Hasan juga menyinggung pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penanggulangan Bencana. Menurutnya, RUU tersebut akan memprioritaskan anak-anak dalam pemilihan pasca terjadinya bencana.
“Anak harus menjadi kelompok yang diprioritaskan di dalam penanganan pemulihan pasca bencana”, kata Ace.
Narasumber lainnya, Harry Hikmat, Dirjen Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial menyebutkan bahwa anak-anak sering menjadi korban bencana. Meski demikian, anak-anak juga turut serta berpartisipasi dalam pencegahan bencana.
“Anak-anak merupakan bagian dari kelompok yang rentan bencana. Anak-anak memiliki peran penting dalam pengurangan resiko bencana”, ujar Harry.
“Terakhir kami berpesan. Anak memiliki persepsi yang berbeda dalam memaknai bencana. Anak harus paham bahwa mereka bukan hanya menjadi korban yang dipandang tidak berdaya, namun juga bisa berkontribusi dalam upaya pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi”, lanjut Harry.
Harry menyontohkan misalnya anak usia 12-17 tahun dapat mengajari anak yang lebih muda dan sebaya, mengasuh anak yang lebih muda, menjadi anggota SAR darurat, menyelamatkan anak yang lebih muda. Membersihkan kamp pengungsian, membantu renovasi bangunan.
Sementara itu, Lilik Kurniawan, Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga menyebut bahwa anak-anak punya peran dalam penanggulangan bencana.
Salah satu peserta webinar asal Nusa Tenggara Timur (NTT) menyampaikan berbagai masalah akibat perubahan iklim (kekeringan). Pertama, mata air dan sumur bayak yang mengering. Kedua, tanah baik sawah maupun ladang terbelah sehingga banyak petani yang gagal panen. Ketiga, pasokan makanan untuk ternak sulit didapat. Keempat, ada 4 kampung adat terbakar karena cuaca yang sangat panas. Kelima, cuaca yang sangat panas membuat anak-anak kesulitan untuk bermain maupun belajar.
Peserta asal tersebut menyampaikan rekomendasi yakni perlunya sosialisasi tentang mitigasi bencana kepada masyarakat; perlunya membuat lebih banyak embung dan sumur resapan untuk menyediakan cadangan air; membangun terasering; membuat program penghijauan pada lahan-lahan tidur; membuat teknologi penyulingan air laut menjadi air tawar untuk menyediakan pasokan air bersih. (**)