Jakarta – Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily menanggapi foto Presiden Joko Widodo (Jokowi) disejajarkan dengan Presiden RI Soeharto dengan narasi 10 kesamaan di dua era tersebut. Ace menegaskan pemerintahan Jokowi dengan Soeharto jelas berbeda.
“Saya kira jelas berbeda ya di era Jokowi dengan era Orde Baru. Kita saat ini berada dalam sistem demokrasi dan penuh keterbukaan serta transparan,” kata Ace kepada wartawan, Senin (14/2/2022).
Ace menyinggung sistem keterbukaan informasi era Jokowi dan Orde Baru yang dinilainya sangat berbeda. Ace menilai Jokowi sangat mendukung kebebasan pers.
“Belum lagi, saat ini keterbukaan informasi itu didukung juga dengan kebebasan pers dan media sosial yang memungkinkan bagi proses politik yang lebih terbuka dan transparan,” ujarnya.
Menurut Ace, suara masyarakat sipil justru saat ini memberikan pengaruh terhadap demokrasi sesuai mekanisme yang ada. Oleh karena itulah dia menilai pemerintahan Jokowi dan Soeharto jauh berbeda.
“Jadi kontrol rakyat dan masyarakat sipil sangat berpengaruh kuat dengan berbagai instrumen untuk mengekspresikan kebebasan politik dan menyuarakan pendapatnya. Selain bahwa mekanisme prosedur demokrasi melalui lembaga-lembaga demokrasi yang ada,” katanya.
“Jadi menurut saya sih jelas berbeda sekali. Bahwa pemerintahan Jokowi perlu mendapatkan kritik, memang seharusnya begitu dan sejatinya demikian,” kata Ace.
Sebelumnya, akun Instagram YLBHI mengunggah foto Jokowi dan Soeharto sejajar mengenakan jas dan peci warna hitam. YLBHI menyebut foto tersebut dibuat oleh koalisi masyarakat sipil.
“Itu buatan koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia, ada banyak member-nya,” kata Ketua YLBHI M Isnur kepada wartawan.
Akun Instagram Fraksi Rakyat Indonesia juga memposting foto Jokowi sejajar dengan Soeharto. Akun YLBHI dan Fraksi Rakyat Indonesia sama-sama memberikan keterangan pemerintahan Jokowi serupa dengan Orde Baru atau Orba.
Berikut 10 poin kesamaan pemerintahan Jokowi dan Orba versi Fraksi Rakyat Indonesia:
1. Mengutamakan pembangunan fisik dan serba “dari atas” ke “bawah” untuk kejar target politik minus demokrasi.
2. Pembangunan bernuansa koruptif dan nepotis
3. Tidak ada perencanaan resiko untuk masyarakat yang terdampak pembangunan sehingga menciptakan kemiskinan (pemiskinan) struktural
4. Pembangunan tidak berizin atau dengan izin yang bermasalah
5. Legal (UU dan Kebijakan) namun tanpa legitimasi suara rakyat.
6. Melayani kehendak kekuasaan dan elite oligarki dengan cara perampasan & perusakan lingkungan.
7. Menstigma rakyat yang melawan perampasan hak dengan melawan pembangunan, komunis, radikal, anarko
8. Menangkap, mengkriminalisasi bahkan tak segan menembaki rakyat yang mempertahankan hak hingga terbunuh
9. Pendamping & warga yang bersolidaritas dihalangi bahkan ditangkap
10. Mengontrol narasi, informasi termasuk membelokkan fakta
Sumber : detik.com